Thursday, March 29, 2007

Guru sebagai Pelajar

Guru sebagai Pelajar

Banyak guru yang tidak menyadari bahwa ia juga memiliki peran sebagai pelajar, sebagai seorang murid. Ketidaksadaran ini disebabkan karena selama ini ia lebih bertindak sebagai orang yang berwibawa, yang "serba tahu", yang memiliki pengetahuan lebih daripada murid-muridnya. Pemikiran seperti ini seringkali menyebabkan seorang guru tidak bersedia dikategorikan sebagai seorang pelajar. Padahal tak dapat disangkal bahwa setiap kali membuat persiapan pelajaran, mau tidak mau dia juga harus belajar.

Guru yang menyadari bahwa dirinya juga seorang pelajar akan sangat mendorong anak didiknya untuk lebih giat lagi belajar. Sikap guru yang tetap selalu giat mencari dan menambah pengetahuannya akan mudah dirasakan dan ditiru oleh anak didik. Usaha guru untuk mencari pengetahuan terus-menerus akan meyakinkan anak didiknya bahwa ketidaktahuan bisa digunakan sebagai alasan untuk berkembang daripada menjadi suatu halangan.

Peran guru sebagai pelajar sangat bermanfaat bagi dirinya, terlebih bagi anak didiknya. Dia mengambil banyak keuntungan dari mengajar. Ketika mengajar, guru banyak mendapat masukan, baik dari bahan- bahan mata pelajaran yang diajarkan maupun dari topik-topik yang berhubungan dengan itu. Sebagai pelajar, seorang guru jangan sampai mudah merasa puas. Salah satu faktor terpenting dalam mengajar ialah perasaan belum puas akan kecakapan dan pengetahuan yang sudah dimiliki secara terus-menerus. Seorang guru harus mempunyai keinginan untuk berusaha mencapai kemahiran yang lebih tinggi lagi. Dengan begitu, untuk meningkatkan profesionalitas guru Kristen, dia harus terus-menerus belajar. Dan sudah tentu sebagai pelajar, guru adalah seorang yang dinamis dan berkembang.

Ada manfaat yang akan diterima anak didik dari guru yang dinamis dan berkembang karena senang belajar. Mereka akan senantiasa mendapat hal-hal baru yang segar karena gurunya juga selalu menyajikan hal- hal baru yang didapatkannya. Dengan demikian, anak didik secara otomatis juga akan lebih berkembang karena masukan yang didapatkan bukanlah barang lama, tetapi yang baru dan segar.

Agar pengajaran menjadi sangat dinamis, seorang guru yang berkembang hendaknya selalu mencari saran-saran untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kegairahan yang sedang dirasakannya. Cara yang terbaik untuk guru tersebut ialah dengan selalu belajar lagi dan menggabungkan pelajaran yang baru itu dengan pengetahuan lama yang telah ia ajarkan. Dengan begitu, pelajaran yang lama dapat tetap bersifat baru bagi anak didik.

Dari manakah seorang guru mendapatkan sumber-sumber informasi? Tentu guru bisa memakai banyak sekali sumber informasi seperti literatur. Namun, sumber informasi yang paling vital adalah anak didik. Dengan demikian, kalau seorang guru Kristen berhenti belajar dari anak didik, mereka juga akan berhenti belajar dari guru.

Dari anak didik, guru Kristen akan mendapat banyak pelajaran. Tiap guru dapat belajar tentang perkembangan anak didik baik dari segi moral, mental, emosi, sosial, maupun dari segi kerohanian sesuai dengan tingkatan usia mereka. Guru Kristen yang sungguh-sungguh terpanggil untuk melayani, mendidik, dan membimbing akan memberikan perhatiannya untuk belajar dan memahami anak didik, serta berusaha untuk memahami mereka dengan segala gaya hidup mereka masing-masing. Anak didik adalah individu yang berbeda dari anak lainnya. Setiap mereka memiliki keunikan sendiri yang tidak dimiliki oleh yang lainnya. Masing-masing mempunyai kebutuhan, kemampuan, serta perasaannya sendiri. Hal-hal itulah yang dapat dan harus dipelajari oieh guru Kristen.

Namun, ada penghambat bagi terlaksananya peran guru sebagai pelajar. Hambatannya datang dari diri guru itu sendiri. Ia beranggapan bahwa dirinya telah mengetahui semuanya sehingga ia tertutup untuk mendapatkan masukan-masukan baru. Ia tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang sehingga ia perlu untuk terus memantau dan mengikuti perkembangan itu.

Ada juga guru yang beranggapan bahwa jawaban-jawaban terhadap pengetahuan yang diterimanya saat pertama kali belajar/persiapan dulu merupakan jawaban terbaik. Pengalaman-pengalaman lama guru itu adalah satu-satunya pengetahuan yang terbaik buat dirinya, juga bagi anak didiknya. Guru ini mengajar hal-hal lama yang betul-betul dikuasainya dengan cara-cara yang lama, yang sudah menjadi kebiasaannya sehingga terasa mudah bagi dirinya. Biasanya guru seperti ini tidak terlalu senang jika anak didik (khususnya kaum muda) bertanya-tanya tentang hal yang sedang "ramai dibicarakan", yang sedang populer, atau dengan memakai istilah sekarang yang sedang "trendi". Jika ia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, hal itu akan mempersulit dan memojokkan posisinya sebagai guru dan akan menurunkan wibawanya. Oleh karena itu, guru semacam ini akan menutup diri untuk mencari dan melakukan penelitian.

Ada beberapa cara yang dapat menolong dan menunjang peran guru sebagai pelajar. Pertama adalah dengan melakukan penelitian tentang mata pelajaran yang sedang diajarkan. Penelitian ini dapat dilakukan pada saat melakukan persiapan pelajaran. Dalam persiapan itu, ia dapat mengumpulkan data-data dari buku-buku teks penunjang pedoman pengajaran. Penelitian juga dapat dilakukan dari buku-buku di luar buku penunjang. Dari penelitian terhadap sumber-sumber di luar pelajaran yang diajarkannya itu, ia dapat melihat hubungan antara mata pelajarannya dengan pengetahuan lain sehingga ia perlu mencari dan meneliti pengetahuan yang lain itu, ini tentunya akan sangat menunjang kemajuan profesinya.

Pengamatan terhadap kejadian di sekeliling juga dapat menjadi sumber yang baru bagi mata pelajaran yang diajarkan seorang guru. Kejadian atau peristiwa yang ia amati dapat menjadi bahan ilustrasi yang dapat memperjelas pemahaman anak didik terhadap pelajaran sehingga menimbulkan minat mereka untuk belajar. Bahkan lebih jauh lagi, anak didik dapat menghubungkan kejadian atau peristiwa sehari-hari di sekelilingnya dengan pelajaran yang diterimanya.

Ada upaya lain yang dapat menolong dan menunjang peran guru sebagai pelajar, yaitu dengan cara mengikuti sekolah lagi. Untuk menambah pengetahuan, guru dapat mengikuti sekolah yang jenjangnya lebih tinggi. Dia juga dapat mengikuti seminar-seminar yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru. Hal ini akan membuka cakrawala berpikirnya dan memperluas pemahamannya karena di tempat ini ia akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki pengalaman dan permasalahan yang sama atau berbeda. Pengalaman yang berbeda itu yang akan memperkaya guru. Mungkin upaya yang satu ini agak sulit untuk dilaksanakan, namun cara ini akan sangat mendukung profesi guru.

Mengajar yang berhasil memerlukan penyelidikan yang tekun dan persiapan yang saksama dari tiap-tiap pelajaran. Dari situlah diketahui bahwa persiapan yang dipikirkan masak-masak merupakan kunci untuk mengajar dengan lebih baik. Maka dari itu, guru yang membuat persiapan sebaik-baiknya akan memperoleh hasil yang terbanyak. Demikianlah guru yang mau bekerja keras, menguasai baik- baik setiap pelajaran, akan menikmati kepuasan yang lebih besar dalam pekerjaannya.

Peran guru Kristen sebagai pelajar ini membantunya supaya lebih cakap dan lebih mahir dalam menggunakan keahliannya, juga memacu dirinya supaya mempunyai keinginan untuk berusaha mencapai kemahiran yang lebih tinggi lagi. Peran ini sangat menunjang seorang guru Kristen untuk lebih profesional dalam profesinya.
Sumber:
Sahabat Gembala Desember, Yoke Tode, S.Th., , BabQuovadis Guru Kristen?, halaman 14 - 17, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
Biarlah Murid-Murid Mengajar Saudara
Mengajar anak-anak yang berusia 6-7 tahun pada Minggu pagi merupakan saat-saat yang paling memuaskan bagi saya. Mereka berdesak-desakan keluar dari ruang pertemuan dan masuk ke dalam kelas saya penuh dengan berita-berita yang ingin diceritakan dan keperluan-keperluan yang harus didoakan.

Kesukaan mereka di dalam Tuhan mudah menjalar. Mereka tidak malu untuk menyatakan kegembiraan mereka. Bahkan orang dewasa bisa belajar banyak dari anak-anak yang ada di sekelilingnya.

Anak-anak biasanya suka berterus-terang. Mereka begitu berterus- terang dan jujur sehingga perlu bimbingan untuk menghilangkan segi- segi yang agak tajam dari ucapan mereka. Tetapi kejujuran mereka dapat menyegarkan dunia kita. Orang tua dapat juga belajar untuk lebih jujur terhadap sesamanya dengan mengakui kesalahan mereka dan saling menceritakan masalah mereka.

Pernah seorang anak laki-laki mengakui kepada kawannya bahwa kadang- kadang dia merasa sukar untuk selalu bertindak sebagai seorang Kristen dan minta kawan itu berdoa baginya. Berapa kalikah orang dewasa mau merendahkan dirinya dengan meminta sesama Kristen untuk berdoa bagi mereka supaya bisa mengatasi kesalahan mereka? Alangkah indahnya pelajaran ini bagi kita semua!

Doa anak-anak dapat merupakan pelajaran dalam kesungguhan, kerendahan hati, dan kasih. Saya tidak akan melupakan doa seorang anak kecil seperti berikut, "Allah, kami mengasihi Engkau. Kami berterima kasih untuk rumah kami, keluarga, dan segala-galanya. Tuhan, kadang-kadang kami marah kepada ibu kami, tetapi kami mencintainya. Tolonglah kami untuk bersikap lebih baik. Dan tolonglah ibu kami agar tidak marah kepada kami."

Saya pernah membaca bahwa doa yang baik terdiri dari pemujaan, pengakuan, pengucapan syukur, dan permohonan. Setiap orang yang menganalisa doa di atas ini akan segera melihat bahwa tanpa mengetahui rumus itu seorang anak kecil berusia 6 tahun telah mencakup semua unsur tersebut dalam doanya.

Kita, orang dewasa, dapat belajar berdoa seperti anak-anak, yaitu dengan penuh kasih, dengan sungguh-sungguh, dengan berani, dengan rendah hati, tanpa merasa malu dan yang paling penting lagi, dengan iman bahwa Allah akan mendengarkan dan menjawab.

Kadang-kadang kita melihat sikap orang tua tercermin dalam sikap dan tindakan anak-anak.
Pada suatu hari, seorang anak perempuan merebahkan diri di sebuah kursi di samping saya dan tanpa pendahuluan berbisik kepada saya, "Saya ingin menceritakan sebuah rahasia kepadamu." Ketika saya membungkuk untuk mendengatnya, dia mengeluh, "Saya marah kepada Linda. Dia nakal kepada saya minggu yang lalu!"

"O, benarkah?" tanyaku. "Sayang. Sudahkah engkau mengampuni dia? Ingatlah, Yesus ingin agar kita mengampuni."
Pada wajahnya terpancar rasa heran. Penuh pemikiran dan dengan sedikit menantang jawabnya, "Sudah. Tetapi saya masih marah kepadanya."

Ketika mengenangkan peristiwa yang menggelikan ini saya berpikir, "Tuhan, apakah saya juga sudah berkata telah mengampuni seseorang, tetapi masih marah terhadapnya? Jika demikian, tunjukkan kesalahan saya sehingga saya dapat meminta pengampunan dan pertolongan-Mu untuk sungguh-sungguh menghilangkan rasa dendam itu."

Biasanya, anak-anak kecil dengan cepat mengampuni seperti orang dewasa, bahkan kadang-kadang lebih cepat lagi. Mereka terlalu sibuk untuk menyimpan rasa dendam. Alangkah baik seandainya semua orang dewasa terlalu sibuk mengurus kehidupan mereka sendiri dan menolong orang yang ada di sekelilingnya sehingga tidak membiarkan sifat mendendam itu berakar.

Banyak pelajaran yang dapat dipelajari oleh para guru dari anak-anak didiknya. Asal saja kita mau waspada terhadap bimbingan Roh, seringkali kita akan mendengar suara-Nya berbicara kepada kita "dari mulut anak-anak kecil." "Dan seorang anak kecil akan mengiringnya" (Yesaya 11:6). Semoga kita tidak terlalu angkuh untuk mengikutinya!
Sumber:
Buku Pintar Sekolah Minggu jilid 2, , BabBiarlah Murid-Murid Mengajar Saudara, halaman 210 - 211, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996.
Guru sebagai Pembimbing
Istilah "pembimbing" berasal dari kata "bimbing" yang berarti "pimpin", "asuh", "tuntun". Membimbing sama dengan menuntun, seperti seorang dewasa yang sedang menuntun anak kecil atau anak yang baru belajar berjalan. Orang dewasa itu dapat membawa anak itu ke mana saja dikehendakinya. Demikian juga seorang guru adalah seorang pembimbing sekaligus penunjuk jalan dalam proses belajar mengajar, mengingat kelebihan pengalaman dan pengetahuannya. Dalam hal ini guru bertugas membimbing anak didiknya kepada tujuan pendidikan. Dengan kata lain, bimbingan merupakan suatu upaya untuk membantu para siswa dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

Setidak-tidaknya ada tiga hal yang perlu diketahui oleh seorang guru Kristen berkaitan dengan perannya sebagai pembimbing di dalam proses belajar mengajar di kelas.

Pertama, merencanakan program pelajaran sedemikian rupa sehingga menarik anak didik untuk mau belajar. Hal ini masih belum dilakukan oleh semua guru karena masih banyak keluhan dari murid-murid yang mengatakan tidak suka dengan suatu pelajaran karena guru tidak membawakannya dengan menarik. Oleh karena itu, kecakapan seorang guru dalam menyederhanakan pelajaran atau persoalan yang sukar mutlak diperlukan. Guru yang profesional harus dapat merumuskan hal- hal yang dipelajari dengan istilah yang sederhana sekaligus menyederhanakan suatu perkara sehingga dapat dipahami oleh anak didik.

Kedua, ia harus mengusahakan agar imajinasi anak didiknya turut aktif dalam proses belajar mengajar. Untuk mempelajari sesuatu, seseorang harus berpikir. Ada dua proses berpikir dasar, yaitu proses "meneruskan" dan "menghubungkan". Meneruskan, berarti melanjutkan, menuntut adanya sesuatu yang diteruskan. Sedangkan menghubungkan berarti memulai dengan dua gagasan yang terpisah dan berusaha menemukan jalan untuk menghubungkan keduanya. Kelancaran kedua proses ini sangat bergantung kepada imajinasi. Di dalam proses "meneruskan", kemudahan suatu gagasan untuk mengikuti gagasan yang lain bergantung kepada imajinasi. Demikian pula dalam proses "menghubungkan", imajinasi memberikan bentangan yang baik bagi titik tolak dan tujuan sehingga suatu hubungan dapat ditemukan dengan mudah.

Dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa imajinasi sangat berperan dalam proses belajar mengajar. Dengan imajinasi anak didik dapat membayangkan apa yang sedang diterangkan guru dengan sangat hidup sehingga apa yang dimaksud guru dapat cepat dimengerti dan dipahami.

Ketiga, sebagai pembimbing, guru juga harus menyadari bahwa dia bertanggung jawab untuk membuat penilaian (evaluasi) terhadap proses belajar mengajar yang telah dilaksanakannya. Hal ini perlu dan sangat berarti, baik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri. Lewat evaluasi, seorang siswa dapat mengetahui sejauh mana ia berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Jika hasilnya memuaskan dan menyenangkan, tentu ia ingin memperolehnya lagi pada kesempatan lain. Akibatnya, motivasi siswa untuk belajar akan semakin besar. Namun, keadaan sebaliknya juga dapat terjadi. Seorang siswa yang sudah merasa puas dengan hasil yang diterima bisa saja mengendurkan kegigihannya. Kemungkinan lainnya ialah jika hasil yang diperoleh belum memuaskan, siswa akan terdorong untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan, meskipun penilaian ini bisa saja menimbulkan keputusasaan.

Dengan evaluasi, guru dapat mengetahui siswa-siswa yang sudah berhasil maupun yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan mengetahui hal itu, ia dapat memusatkan perhatian untuk menolong siswa yang belum berhasil.

Dengan evaluasi, guru juga dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan dan metode yang digunakannya sudah tepat atau belum. Selain itu, evaluasi juga berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu program belajar mengajar berhasil diterapkan serta sampai sejauh mana tujuan sudah tercapai sehingga guru dapat merencanakan perbaikan-perbaikan yang dianggap perlu.

Peran guru sebagai pembimbing ini tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Untuk dapat memerankannya guru Kristen harus memahami perkembangan anak didiknya secara umum.

Salah satu ciri anak didik pada usia remaja adalah keadaan mereka yang labil dan mudah terombang-ambing. Mereka berada dalam masa pencarian identitas diri. Untuk mendapatkannya, mereka mencari orang yang dipandang layak untuk dijadikan "pahlawan/idola". Jika seseorang atau sekelompok orang yang dijadikan pahlawan itu berada pada sisi yang salah/tidak benar, remaja atau kelompok remaja itu pun akan terbawa-bawa dalam hal yang buruk.

Menghadapi situasi seperti ini, guru Kristen tidak akan luput dari sorotan/pengamatan anak didik. Oleh karena itu, guru Kristen dituntut untuk hidup selaras/sepadan dengan apa yang diajarkan dan dinasihatkannya, terlebih dengan firman Tuhan. Sebagai pembimbing, guru Kristen juga harus berupaya untuk memberikan pengajaran yang benar dan jujur. Ia harus menyediakan dirinya untuk menjadi contoh, teladan, serta panutan bagi anak didiknya.

Lalu teladan apa yang patut diberikan pembimbing terhadap anak didiknya? J. Reginal Hill mengatakan jika guru Kristen benar-benar berhasrat untuk membawa anak didiknya kepada Kristus, baiklah ia mulai memberikan apa yang dimilikinya. Hal utama yang harus dimiliki oleh guru Kristen adalah keselamatan jiwanya. Namun, tidaklah cukup sampai di situ karena iman yang bertumbuh diwujudkan dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Karena itu, seorang guru Kristen yang sedang bertumbuh imannya harus menampilkan kesucian dalam hidupnya. Tanpa kesucian ini sia- sialah pemberitaannya, nasihat-nasihatnya, teguran-teguran bahkan pengajarannya.

Guru Kristen adalah penuntun dan penunjuk jalan kepada tujuan yang belum diketahui anak didik. Agar tuntunan dan petunjuknya dapat dipercaya, anak didik harus lebih dahulu melihat kehidupan dan teladan guru tersebut; apakah guru dapat dijadikan contoh atau teladan. Setelah mereka melihat dan percaya, barulah guru dapat menjadi penunjuk jalan dan bukan hanya sebagai rambu lalu lintas. Rambu lalu lintas hanya menunjukkan jalan, tetapi tidak dapat pergi sendiri, sedangkan seorang penunjuk jalan berjalan di depan mereka yang hendak diantarnya.

Peran guru sebagai teladan ini sangat mendukung proses bimbingan. Sikap Rasul Paulus yang telah menjadi teladan bagi Timotius adalah contoh yang nyata. Timotius, anak didik sekaligus pendamping dalam perjalanan dan pelayanan Paulus, dapat melihat kehidupan gurunya dengan jelas. Ia melihat betapa selarasnya kehidupan Paulus dengan pengajaran yang diberikannya kepada Timotius. Paulus memberikan teladan yang baik kepada Timotius sehingga Timotius pun terbeban untuk melayani Tuhan bersama-sama dengan Paulus. Teladan Paulus sekaligus menjadi pelajaran yang hidup bagi Timotius. Hasilnya, bimbingan yang dilaksanakan oleh Paulus terhadap Timotius mencapai tujuan yang maksimal, yaitu menjadikan Timotius pelayan Tuhan.

Kita telah mengetahui bahwa bimbingan merupakan suatu upaya untuk membantu para siswa dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Di samping itu, bimbingan tersebut juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih luhur, yakni hidup baru dalam Kristus. Bahkan lebih jauh lagi, yaitu sampai pada perubahan hidup anak didik, yang terwujud dalam sikap dan mental yang menghormati Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya membantu anak didik dalam mencapai tujuan luhur itu tidak dapat diremehkan oleh guru Kristen mengingat anak didik pun memiliki serta mengalami masalah, baik di rumah maupun di sekolah. Masalah itu dapat berupa tekanan dari orang tua yang menuntut anaknya untuk bersikap baik dan sopan sementara pihak orang tua tidak mengajarkan atau memberi contoh bagaimana seharusnya bersikap baik dan sopan. Bahkan ada orang tua yang membiarkan begitu saja sehingga tidak ada perhatian dari pihak orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga tidak tersisa waktu untuk membantu anaknya menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Masalah anak didik juga dapat muncul dari lingkungan sekolah. Ada anak didik yang tidak mampu menerima pelajaran secepat temannya. Bagi sebagian anak hal ini akan memengaruhi semangat belajarnya, juga harga dirinya.

Oleh karena itu, seorang guru harus peka dan bersikap terbuka untuk menolong dan membimbing penyelesaian masalah anak-anaknya. Pulias dan Young menegaskan bahwa seorang guru hendaklah mengenal murid- muridnya sedalam-dalamnya. Pengenalan yang dalam ini meliputi pengenalan akan kemampuan mereka, sampai sejauh mana tingkat kemampuan anak didik yang satu dengan anak didik lainnya. Hal lain yang perlu dikenal oleh guru Kristen sebagai pembimbing adalah tingkat perkembangan yang sesuai dengan tingkat usia murid, juga kelemahan-kelemahan serta minat khusus murid. Semakin dalam guru mengenal muridnya, semakin mampu pula ia membimbing mereka. Dengan demikian, ia akan mampu mengaitkan pengetahuan mata pelajaran yang diajarkannya dengan keperluan dan minat khusus murid-muridnya.
Sumber:
Sahabat Gembala Desember, Yoke Tode S.Th., , BabQuovadis Guru Kristen??, halaman 11 - 14, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
Membimbing di Luar Kelas
Tidak semua hubungan guru-murid digalang sewaktu pelajaran berlangsung di kelas. Seringkali guru mempunyai kesempatan untuk memberi bimbingan di luar kelas. Di bawah ini ada beberapa prinsip yang harus Saudara lakukan untuk menjadi pembimbing yang baik.

Dapat dipercaya dan dapat menyimpan rahasia.Guru yang terlalu banyak bicara akan cepat sekali merusak hubungan. Ini berarti Saudara harus melawan godaan untuk menggunakan contoh situasi nyata yang didapat dalam konsultasi pribadi sebagai ilustrasi pelajaran, bahkan ketika Saudara menyatakan "nama-nama telah diubah untuk melindungi yang tidak bersalah".

Dapat dan mau meluangkan waktu untuk menolong.Tetapi hindarilah bahaya sebaliknya, yaitu pemaksaan diri Saudara sendiri kepada murid-murid.

Jadilah pendengar yang baik.Tak mungkin Saudara akan mendengarkan jika terus-menerus berbicara. Pusatkanlah perhatian pada apa yang dikatakan dan ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang bisa memperjelas persoalan. Usahakan agar Saudara jangan sampai kaget dengan hal-hal yang mungkin Saudara dengar.

Waspadalah terhadap kebutuhan atau keinginan untuk mendapat pertolongan.Murid-murid yang butuh bimbingan tidak selalu mencari pertolongan itu. Sebab itu, Saudara harus memupuk "indera keenam" untuk menerka apa yang mereka butuhkan. Jika perlu, Saudaralah yang memulai percakapan itu.

Saudara harus menunjukkan rasa kasih atau belas kasihan secara tulus.Tunjukkanlah sikap yang penuh pengertian dan sabar. Murid-murid Saudara, baik tua maupun muda, akan mengenali keikhlasan Saudara. Biarlah mereka tahu bahwa Saudara mengerti perasaan mereka, tetapi usahakan jangan sampai perasaan Saudara terlalu terlibat dalam persoalan mereka. Usahakan jangan sampai memakai kondisi pribadi untuk masalah seseorang, atau membuat keputusan bagi murid yang seharusnya dibuatnya sendiri.

Saudara harus menyatakan kerohanian yang dalam dan matang sehingga menimbulkan kepercayaan pada murid-murid.Kehidupan Saudara sendiri harus berakar teguh dalam firman Allah. Saudara juga harus menunjukkan kestabilan serta kedewasaan emosi dalam kehidupan pribadi Saudara.

Berhati-hatilah dalam mempergunakan Alkitab ketika memberi bimbingan.Saudara tidak perlu ragu untuk menyatakan apa yang dikatakan Alkitab sehubungan dengan masalah itu. Tetapi jangan membuat kesalahan yang biasa dengan menawarkan jawaban-jawaban yang terlampau dangkal untuk masalah pribadi yang pelik.

Waspadalah terhadap kesempatan Saudara untuk memberi bimbingan.Saudara harus sudah berada di kelas paling sedikit empat belas menit sebelum kelas dimulai supaya bisa berbicara dengan murid- murid yang datang lebih pagi. Perhatikan juga murid-murid yang seakan-akan tidak mau pergi sewaktu pelajaran usai. Saat berdoa di depan merupakan kesempatan yang baik sekali untuk memberi bimbingan dan berdoa bersama murid-murid. Luangkanlah waktu untuk bercakap-cakap dengan murid Saudara setiap kali berjumpa dengan mereka.

Sumber:
Buku Pintar Sekolah Minggu jilid 2, , BabPembicara Ketika: Guru sebagai Pembimbing, halaman 384 - 385, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996.
Guru sebagai Motivator
Seorang guru Kristen seringkali tidak bersemangat mengajar karena melihat anak didiknya tidak mau belajar. Ternyata masalahnya adalah anak didik tidak memiliki daya penggerak atau motivasi dalam belajar. Ini merupakan masalah yang cukup mendasar bagi guru Kristen dalam proses belajar bagi anak didik.

Masalah motivasi ini kurang disadari oleh guru. Seringkali guru menganggap gairah dan semangat belajar ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Kalau anak didik kurang bergairah dan tidak memiliki semangat belajar, hal itu disebabkan oleh mereka sendiri.

Menghadapi situasi demikian, guru Kristen yang profesional harus menyadari bahwa dirinya juga harus dapat berperan sebagai motivator. Ia adalah seorang yang harus menolong anak didiknya supaya mempunyai hasrat untuk belajar. Sudah menjadi keharusan juga baginya untuk menyiapkan rangsangan yang kuat bagi anak didik untuk mau belajar. Seorang motivator bertugas memberikan inspirasi atau dorongan supaya proses belajar mengajar menyenangkan.

Ada dua cara yang dapat dipakai untuk membangkitkan motivasi belajar anak didik. Pertama, guru ikut terlibat dalam kehidupan anak didik. Salah satu bukti guru mengasihi anak didik adalah dengan melibatkan dirinya dalam kehidupan mereka. Kerelaan dan ketulusan guru untuk melayani mereka secara pribadi juga akan mendorong untuk memberikan waktu bagi anak didiknya dan mendengarkan keluh kesah mereka. Ia akan berusaha memahami permasalahan yang dihadapi termasuk juga melakukan kunjungan pribadi. Perbuatan kasih yang demikian akan dirasakan oleh anak didik. Mereka akan mampu membedakan mana perbuatan gurunya yang dilandasi kasih dan mana yang dilakukan dengan kepura-puraan. Dengan tindakan ini, guru sudah berhasil merebut hati anak didiknya sehingga memudahkannya untuk menanamkan motivasi kepada mereka.

Cara kedua menyangkut sikap guru di dalam kelas. Upaya seorang guru untuk membangun motivasi yang baik bagi anak didiknya di luar kelas akan rusak jikalau sikapnya di hadapan mereka salah. Mungkin ia memang mengasihi mereka dengan sungguh-sungguh. Namun, sebagian besar pemberian motivasi bergantung pada hubungan guru dengan murid dalam suasana belajar di dalam kelas.

Menurut Richards, penunjang lain untuk membangkitkan motivasi anak didik adalah sebagai berikut.
Guru harus mengetahui bahwa orang dapat belajar dengan baik sekali apabila pelajarannya disusun menurut pola tertentu sehingga anak didik mengetahui apa yang menjadi sasaran pelajarannya. Mereka pun dapat melihat kemajuan-kemajuan yang harus diperoleh untuk mencapai sasaran itu.

Orang dapat belajar dengan baik sekali apabila mereka dapat melihat hubungan antara pelajaran itu dan dirinya sendiri.
Orang dapat belajar dengan baik sekali jikalau merasa dapat menguasai isi pelajarannya.
Orang dapat belajar lebih baik jikalau melihat manfaatnya dalam kehidupan mereka.

Untuk menjadi seorang motivator, seorang guru juga tidak terlepas dari perannya sebagai pengelola kelas. Dia harus memikirkan dan merancang kegiatan di dalam kelas supaya menarik perhatian dan merangsang anak didiknya untuk belajar. Untuk itu pula guru harus melihat diri dan anak didiknya sebagai tim dalam belajar juga sebagai teman sekerja dalam belajar.
Sumber:
Sahabat Gembala Desember, Yoke Tode, S.Th, , BabQuovadis Guru Kristen?, halaman 17 - 18, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993.
Motivasi Kebutuhan
Peran guru sekolah Minggu sebagai motivator sangat diperlukan karena anak-anak memiliki kebutuhan untuk mendapatkan motivasi. Kebutuhan anak akan motivasi bisa juga disebut dengan motivasi kebutuhan. Motivasi ini mudah ditindaklanjuti karena para murid yang datang kepada gurunya telah dalam keadaan siap untuk belajar. Para murid tahu bahwa dia memiliki kebutuhan tertentu dan sedang mencari pertolongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mereka ini lapar rohani dan mencari seseorang yang dapat menunjukkan bagaimana memuaskan rasa lapar mereka itu.

Mari kita melihat contoh motivasi kebutuhan dalam bidang yang lain. Anggaplah Anda sedang mengajar sebuah kelas teknik pertolongan pertama. Pelajaran hari ini berhubungan dengan CPR (pertolongan pertama dengan memberikan nafas buatan). Ketika murid-murid Anda masuk ke kelas, salah satu dari mereka mendadak terkena serangan jantung. Dalam kepanikan, seorang anak disuruh untuk memanggil bantuan sedangkan anak-anak lain menunggu kedatangan para medis dengan ketakutan. Ketika petugas medis datang, mereka melakukan apa saja semampu mereka untuk menyelamatkan korban. Namun, sudah terlambat. Dalam kesedihan dan frustasi, petugas medis itu kembali kepada anak-anak yang sedang berkerumun. "Mengapa tak seorang pun di sini yang memberikan CPR?" tanya mereka. "Seandainya salah satu dari kalian tahu CPR dan menolong orang ini, mungkin dia masih hidup hingga sekarang."

Sekarang bayangkan murid-murid di kelas Anda masuk ke kelas dan menceritakan kepada Anda apa yang telah terjadi. Dengan pengalaman yang baru saja terjadi, Anda tahu bahwa lebih mudah untuk memotivasi mereka supaya belajar teknik CPR. Lewat pengalaman, mereka benar- benar termotivasi oleh perasaan membutuhkan. Anda hanya perlu meresponi kebutuhan itu.

Perhatikan bahwa kebutuhan anggota kelas ini tidak berubah; mereka butuh terus belajar CPR. Hanya saja, sekarang mereka membangun kepedulian yang lebih tinggi atas kebutuhan mereka. Dalam istilah kependidikan, suatu kebutuhan nyata telah menjadi kebutuhan yang dirasakan. Oleh sebab itu, para murid itu sendiri tahu kebutuhan mereka dan mereka mencari pertolongan untuk mengatasinya.

Jika para guru sekolah Minggu selalu memiliki murid yang merasa membutuhkan, pengajaran akan menjadi sangat mudah. Tetapi kasus seperti ini jarang terjadi. Hasilnya, para guru sekolah Minggu harus mencari cara lain untuk membangkitkan motivasi dalam diri para murid. Hal ini akan membantu para murid untuk mengenali kebutuhan mereka dan membuat keinginan itu menjadi kebutuhan yang dirasakan. Lalu bagaimana itu bisa dilakukan?

Beberapa guru tidak memerhatikan pentingnya peranan pengantar pelajaran sekolah Minggu. Padahal tujuan utama pengantar pelajaran sebenarnya adalah untuk membantu para murid supaya menjadi peka terhadap kebutuhan mereka. Dalam memberikan pengantar pelajaran, Anda dapat menceritakan sebuah anekdot, ilustrasi yang Anda buat sendiri, atau suasana yang memerlukan kesimpulan yang dapat memotivasi sebuah kebutuhan. Dengan demikian, para murid akan lebih tertarik untuk berpartisipasi dalam proses belajar. Akhirnya mereka mulai merasakan kebutuhan yang telah Anda, sebagai guru, duga sebagai kebutuhan nyata dalam kehidupan mereka.

Tentu saja, ini tidak berarti bahwa kita tahu semua kebutuhan dari setiap murid. Hanya Tuhan yang tahu kebutuhan mereka. Tetapi para guru dapat memahami dan mengarahkan pengajarannya supaya bisa memenuhi kebutuhan murid yang telah Tuhan nyatakan. Sebagai contoh, semua orang perlu mengenal Kristus sebagai Juruselamat. Kita semua harus bertumbuh menjadi orang yang memiliki kedewasaan rohani. Dan kita perlu membangun hubungan dalam tubuh Kristus dan mencari cara untuk melayani orang lain.

Kebutuhan lain berhubungan dengan pertumbuhan pribadi atau situasi khusus yang dihadapi murid. Saat anak bertumbuh, mereka memiliki kebutuhan dasar yang berhubungan dengan rekan sebaya dan kedewasaan mereka. Tetapi kebutuhan dasar antara anak yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Guru yang baik mengenal letak kedewasaan tiap anak dan konsekuensi atas kebutuhan mereka. Jadi, semakin seorang guru mengenali muridnya, ia akan semakin peka terhadap masalah khusus dan kebutuhan pribadi anak tersebut.
Sumber:
Make Your Teaching Count!, Wesley R. Willis, , BabNeed Motivation, halaman 48 - 49, Victor Books, Illinois, 1986.
Masalah Motivasi Belajar
Peranan guru berikutnya ialah membangkitkan motivasi dalam diri peserta didiknya agar semakin aktif belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi pertama, ialah motivasi atau dorongan serta gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti "mampu berbuat". Motivasi kedua mengacu kepada faktor-faktor luar yang turut mendorong munculnya gairah belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetisi, termasuk fasilitas belajar yang memadai dan membangkitkan minat.

Bisa saja timbul reaksi dalam diri guru yang bertanya, "Mengapa saya harus pusing dengan soal motivasi?" Jawabannya sederhana. Ada tiga alasan mendasar tentang pentingnya motivasi.
Watak dan sifat manusia yang membutuhkan dorongan, desakan, dan rangsangan dari sesamanya. "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya" (Ams. 27:17). "Bertolong-tolonganlah kamu menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus," begitu tegas Rasul Paulus (Gal. 6:2).

Sebagai proses dan upaya apa adanya, sifat perbuatan belajar itu sendiri sangat membutuhkan "suntikan-suntikan" atau dorongan. Kita tahu bahwa dorongan dapat terjadi melalui tantangan ataupun hukuman, serta melalui pujian dan penghargaan. "Kita yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya" (Rm. 15:1-2).

Tidak ada ukuran satu metode mengajar yang paling baik yang dapat dipakai dalam setiap kesempatan dan jenis kegiatan belajar. Jadi, kalau ada peserta didik yang kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran, guru harus sadar bahwa barangkali metode atau pendekatan yang dipilihnya kurang relevan dan ia harus berusaha mencari metode alternatif.

Strategi utama dalam membangkitkan motivasi belajar pada dasarnya terletak pada guru atau pengajar itu sendiri. Menurut McKeachie (1986), kemampuan guru menjadikan dirinya model yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kesanggupan dalam diri peserta didik merupakan aset utama dalam membangkitkan motivasi.

Oleh karena itu, seorang guru sudah seharusnya mengembangkan beberapa jenis kualitas berikut agar dapat berperan aktif sebagai motivator.

Meningkatkan kemampuan yang dapat menampilkan penguasaan bahan atau pengetahuan. Untuk itu, ia harus banyak belajar dan terus belajar melalui berbagai media dan sumber yang terkait dengan bidangnya. Seorang guru yang ahli di bidangnya tidaklah berarti terbebas dari kesalahan, kekurangan, atau kekeliruan. Sama sekali tidak. Namun, janganlah sampai frekuensi kekhilafannya sangat menonjol dalam interaksi dengan peserta didiknya. Janganlah sering terdengar jawaban, "Maaf saya tidak tahu!" ketika berhadapan dengan pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik. Hal demikian akan melemahkan kepercayaan mereka terhadap sang guru.

Menunjukkan sikap memahami secara mendalam terhadap perasaan dan pengalaman peserta didik, khususnya yang menyangkut kelemahan maupun kekurangan dalam sikap dan kemampuan akademis. Sikap demikian bukan berarti bahwa guru menyetujui kekurangan atau penyimpangan sikap dan tingkah laku yang ditunjukkan peserta didik. Akan tetapi dengan sikap empati, guru mengharapkan perubahan dalam "kesempatan kedua" yang masih ia berikan kepada peserta didik.

Menunjukkan semangat mencintai bidang studi yang digelutinya. Guru-guru "cadangan" yang mengajar dengan kualitas "kurang menguasai" materi pengajaran cenderung melemahkan semangat belajar peserta didiknya.

Memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang masih "kabur" atau kurang jelas, dengan bahasa dan sikap yang dapat dimengerti. Tugas ini menyangkut penjelasan yang baik tentang materi pelajaran dan mengenai strategi belajar untuk memperoleh angka yang baik.

Ditinjau dari segi iman Kristen, konsep mengenai manusia sebagai pribadi ciptaan Allah, peserta didik berhak mendapatkan informasi dari gurunya tentang bagaimana mereka dapat memperoleh nilai yang memuaskan.
Sumber:
Menjadi Guru Profesional Sebuah Perspektif Kristiani, B. Samuel Sidjabat, M.Th., Ed.D., , BabMasalah Motivasi Belajar, halaman 109

No comments: