Wednesday, March 28, 2007

Perceraian Orang Tua

Perceraian Orang Tua


Banyak anak korban perceraian yang menyalahkan diri mereka sendiri atas konflik yang terjadi. Mereka percaya jika mereka berperilaku lebih baik, perceraian itu tidak akan terjadi. Anak-anak harus diingatkan berulang-ulang bahwa perceraian itu merupakan perpisahan orang tua dan bukan antara orang tua dan anak. Karena beberapa perceraian melibatkan orang tua yang kasar, pernyataan bahwa betapa ayah dan ibu masih mencintai anak-anak mereka tidak selalu tepat.
Jadi, sudah seharusnya guru bersikap seperi berikut ini.

  1. Memaklumi jika anak menangis dan bersedih.
  2. Memahami luapan kemarahan dan kesedihan anak.
  3. Bersedia mendengarkan.
  4. Tetap memerhatikan, tanpa mengatakan yang tidak semestinya tentang situasi di rumah.

Pada saat seperti ini anak akan mengalami "shock", ketidakpercayaan, kesedihan, dan kesepian; khawatir tentang dunianya yang berubah; dan akan malu karena merasa berbeda dari teman-teman sekelasnya. Anak- anak ini akan menunjukkan kemarahan dan mungkin bingung untuk setia kepada ayah atau ibunya. Pada saat seperti ini, guru harus benar- benar mengawasi, memerhatikan tingkah laku anak, dan mengamati apakah anak mengalami depresi atau menarik diri dari teman-temannya. Suasana hati yang benar-benar berubah termasuk perubahan tingkah laku yang radikal bisa menunjukkan perlunya penanganan secara profesional. Staf pastoral gereja mungkin dapat menawarkan bantuan konseling atau memberikan referensi sumber-sumber lain.

Guru yang ingin membangun hubungan yang bermanfaat dengan anak dari keluarga yang retak harus bijaksana untuk mengingat beberapa hal berikut.

  1. Jangan mencoba untuk mengisi peran orang tua yang tidak ada.
  2. Waspadalah karena orang tua yang baru saja bercerai mudah mendapat kritikan dan mudah goyah.
  3. Waspadalah pada orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak setelah memperjuangkannya.
  4. Sarankan untuk mengikuti konseling pada konselor profesional.

Beberapa tahun yang lalu perceraian adalah hal yang jarang terjadi karena perpisahan memberikan kesan yang buruk bahwa keluarga yang pecah itu akan tersingkir dari "masyarakat yang terhormat". Sekarang ini, sulit untuk menemui sebuah keluarga besar yang tidak terdapat barang satu perceraian di dalamnya. Karena perceraian sudah menjadi hal yang umum, kita menjadi tidak peka terhadap akibat-akibatnya, khususnya terhadap anak. Dunia anak korban perceraian berubah selamanya; dalam sekejap saja anak bisa kehilangan orang tua, kakek, nenek, bibi, paman, dan saudara-saudara sepupu. Dia mungkin menjauhi teman-temannya, gereja, sekolah, dan rumah. Hanya sedikit pengalaman dalam hidup yang berdampak sangat luar biasa seperti perceraian orang tuanya. Dahulu gereja mungkin tidak memedulikan anak yang seperti ini, namun kini gereja harus membuka tangannya lebar-lebar untuk merangkul anak-anak yang menderita karena pengalaman ini.(t/ratri)

Sumber:
  • The Complete Handbook for Children Ministry: How to Reach and Teach Next Generation, Dr. Robert J. Choun & Dr. Michael S. Lawson, , BabParent in Divorce, halaman 146 - 147, Thomas Nelson Publishers, Nashville, 1993.
  • No comments: