Thursday, March 29, 2007

Mengajar Lewat Keteladanan

Mengajar Lewat Keteladanan
Baru-baru ini, seorang teman saya menceritakan percakapannya dengan anaknya yang sudah menginjak remaja. Teman saya ini merasa perlu mengaku dosa kepada anaknya dan meminta ampun kepadanya. Tentu saja, dia sangat ragu melakukan hal ini.

"Akankah anakku mengerti?" tanyanya. "Akankah dia memaafkanku? Apa yang akan dilakukannya kepadaku di masa yang akan datang?" Di antara ketakutan dan kekuatirannya itu, akhirnya ia memberanikan diri dan meminta maaf pada anaknya.

Ketika anak itu mendengar pernyataan dan permohonan ayahnya, respon anaknya membuat ia sangat lega. "Ayah, apakah ayah masih ingat musim panas yang lalu ketika aku mengaku bahwa aku telah berbohong kepadamu? Ayah mengampuni aku dan memelukku. Bagaimana mungkin aku tidak melakukan hal yang sama kepadamu sekarang?"

Saya senang situasi itu bisa diselesaikan dengan cara demikian. Karena dalam situasi yang berbeda, akhir dari situasi semacam ini bisa sangat merusak. Semisal dulu ia menghukum anaknya dengan kejam karena berbohong. Bagaimana jika ia berlaku kasar, tidak mengasihi, dan tidak peka? Anaknya mungkin akan merespon dengan cara yang sama pula. Tetapi teman saya telah melakukan kasih dan pengampunan yang kristiani. Hasilnya, anaknya mempelajari hal yang sama dan kita semua memuliakan Tuhan.

Guru sekolah Minggu juga mengajar dengan menjadi teladan. Itulah sebabnya Paulus menantang Timotius untuk hidup taat -- mengajar dengan menjadi teladan.

"Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu. Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1Tim. 4:11-12)

Seorang guru harus terlebih dulu menjadi seperti apa yang akan diajarkannya -- itulah sebabnya seorang guru yang tidak bisa menjadi murid yang baik juga tidak bisa menjadi guru yang baik. Hanya dengan mempelajari apa yang sudah Tuhan ajarkan kepada kita, barulah kita dapat melayani sebagai teladan bagi murid-murid kita. Para guru membimbing murid-muridnya dan menunjukkan kebenaran dalam tindakannya terhadap mereka. Singkatnya, mereka meneladani kehidupan Kristen.

Pelayanan Yesus di dunia ini hanya berlangsung selama tiga tahun. Namun dalam waktu yang singkat itu, Dia menyiapkan sekelompok murid pilihan untuk melanjutkan pekerjaan-Nya setelah kenaikan-Nya. Dengan demikian, apa yang telah Kristus kerjakan dalam tiga tahun tersebut sangatlah penting. Dia harus membawa sekelompok kecil orang dengan berbagai latar belakang dan pengetahuan dan melengkapi mereka untuk menggenapi tugas terpenting yang pernah diberikan kepada dua belas orang.

Teladan adalah bagian penting dari pengajaran pelayanan Kristus.
"Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan merekapun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus- Nya memberitakan Injil." (Markus 3:13-14)

Perhatikan bahwa suatu bagian penting dari proses belajar para murid adalah bahwa mereka ada bersama-sama dengan Dia. Pada saat para rasul mempelajari perintah yang diucapkan Kristus, waktu yang mereka habiskan pada saat Kristus hadir juga merupakan hal penting. Karena dengan melihat pelayanan Yesus, mereka mendapat suatu pemahaman lebih daripada apa yang terkandung dalam kata-kata yang mereka dengarkan. Mereka mengasihi dan mengikuti Guru mereka. Dan karena itu yang terjadi, kemampuan pelayanan mereka juga terbangun. Kristus mengajar murid-murid-Nya melalui "siapa" dan "apa" Dia sebagaimana yang Dia sampaikan.

Pemuridan adalah suatu bentuk pengajaran dengan dampak yang lebih luas dari pengajaran. Dengan kata lain, pengajaran ini juga dilakukan dengan membangun hubungan pribadi dengan murid. Pada akhirnya, tujuan pemuridan adalah untuk memasukkan kualitas positif guru ke dalam hidup para murid. Ketika Kristus memuridkan para pengikut-Nya, Dia menjelaskan dampak pengajaran yang benar.

"Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya." (Lukas 6:40)

Seperti itulah yang terjadi dalam pelayanan Kristus. Murid-murid-Nya hidup bersama dengan Dia, belajar dari-Nya, dan menjadi seperti Dia. Sifat dan komitmen Yesus memiliki efek yang dapat ditularkan kepada sebelas dari kedua belas pengikut-Nya. Dan pada tahun-tahun berikut setelah kebangkitan-Nya, kelompok kecil ini mengubah dunia (Kis. 17:6). Sekarang ini kita hidup dan melayani Kristus karena dampak dari pelayanan mereka dan orang-orang yang mengikut Dia.

Rasul Paulus juga memuridkan mereka yang diajarnya. Dia mengajar Timotius dengan penuh kasih, seperti seorang bapa mengajar anaknya:

"kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau." (1Tim. 1:2)
Karena kata-katanya benar-benar menyentuh, jelaslah bahwa Paulus benar-benar memberikan perhatian penuh kepada mereka yang diajarnya.

"Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi." (1Tes. 2:8)

Berdasarkan ayat di atas, Paulus mendorong jemaat di Filipi dan Korintus untuk hidup meneladani dia dan guru-guru Kristen lain yang telah mereka kenal.

"Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." (Filipi 3:17)

"Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1Korintus 11:1)

Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa pengajaran yang alkitabiah lebih dari sekadar memindahkan isi. Tentu saja, kita tidak boleh meremehkan pentingnya isi Alkitab, namun pesan kebenaran itu tidak dapat dipisahkan dari orang yang memberitakan kebenaran itu. Alkitab adalah kebenaran Allah dan wahyu yang akurat -- apakah itu diajarkan atau tidak, dipahami atau tidak, bahkan dibaca atau tidak. Namun untuk mengajarkan kebenaran ini dengan efektif, Alkitab harus ditunjukkan dan diterapkan dalam kehidupan guru. Demikian pula dalam pelayanan Yesus Kristus dan ajaran Paulus. Pelajaran ini harus dilanjutkan dalam pelayanan kita sekarang ini. (t/Ratri)
Sumber:
Make Your Teaching Count!, Wesley R. Willis, , BabTeaching through Example, halaman 34 - 37, Victor Books, Illinois, 1986.
Teladan Guru
Roh Allah menerapkan kebenaran-kebenaran firman itu pada kehidupan murid-murid. Akan tetapi, seringkali Roh Kudus memakai guru untuk menjelaskan arti sebuah pelajaran, baik dengan teladan maupun dengan sikapnya.
TINDAKAN

Tidak seorang guru pun yang bisa berhasil menyampaikan kebenaran kalau dia tidak menerapkannya pada dirinya sendiri. Murid-murid harus senantiasa melihat teladan hidup guru mereka yang mempraktikkan nilai-nilai Alkitab yang hendak diterapkan pada mereka. Hal ini penting sekali dalam pengajaran Kristen. Jika murid- murid akan belajar dari Kristus, guru-guru sendiri harus pasti bahwa mereka mengenal-Nya dan hidup seperti yang diinginkan-Nya.

Pengajaran Tuhan Yesus selalu disertai oleh pernyataan kebenaran yang diajarkan-Nya. Dia memberikan contoh tentang kerendahan hati dengan mencuci kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13:14). Dia sering mengajarkan tentang pengampunan (Matius 6:15; 18:21, 22), dan dengan pandangan-Nya yang penuh pengampunan itulah, Petrus belajar arti pengampunan yang sesungguhnya setelah dia menyangkal Tuhannya (Lukas 22:61, 62).

Kristus memperlihatkan pengampunan di atas kayu salib ketika Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). Bahkan kepala pasukan yang kejam mengakui bahwa Yesus itu orang yang benar (Lukas 23:47). Kristus mengajarkan tentang doa, tetapi murid-murid-Nya tidak memahaminya sampai "pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya: "Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya" (Lukas 11:1).
SIKAP

Kebenaran diteruskan melalui hubungan maupun melalui kata-kata. Penyelidikan yang dilakukan baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap murid SMP terhadap Allah tidak bergantung kepada jumlah pengetahuan Alkitab mereka. Sikap mereka bergantung kepada sikap orang tua mereka terhadap Allah. Guru juga meneruskan sikap-sikap melalui hubungan yang sering dengan para murid. Seringkali guru lebih memengaruhi kehidupan muridnya lewat sikap perilakunya dari pada dengan perkataannya.

Banyak pemuda yang memberi kesaksian bahwa meskipun mereka sudah lupa akan pengajaran yang diterima pada masa mudanya, mereka tidak bisa melupakan teladan hidup seorang guru yang saleh. Kehidupan keseharian guru harus menunjukkan pengajarannya agar dapat berkesan dalam pikiran dan hati murid-muridnya. Kebenaran yang tidak menolong guru, tidak akan menolong murid-muridnya juga. Pelajaran itu harus memengaruhi guru terlebih dulu sebelum pelajaran tersebut dapat menjadi berkat bagi kelasnya.

Guru dapat memeriksa dirinya sendiri dengan menanyakan, "Apa yang telah diajarkan oleh pelajaran ini kepada saya? Apakah saya lebih memenuhi syarat untuk pekerjaan saya karena saya telah mempelajari pelajaran ini? Apakah saya memberi teladan dalam kebenaran yang saya ajarkan kepada murid-murid saya?" Inilah bagian yang sangat penting dari persiapan seorang guru.
Sumber:
Gandum Mas, Teknik Mengajar, , BabTeladan Guru, halaman 97 - 98, Malang, 1986.
Menjadi Teladan Rohani
Anak sekolah Minggu pasti akan merasa senang melihat guru mereka bersikap baik, murah senyum, dan sikap-sikap baik lainnya. Sikap- sikap yang tampak itu memang dapat menjadi awal yang baik untuk menjalankan peran kita sebagai seorang teladan bagi setiap murid. Namun, apakah ada hal yang lebih dalam lagi selain sikap lahiriah yang dapat kita tunjukkan kepada anak-anak sekolah Minggu? Bagaimana kita bisa menjadi teladan yang sejati untuk meletakkan dasar pertumbuhan rohani yang sesungguhnya bagi iman anak-anak yang kita layani?

Teladan rohani! Itulah yang harus dinyatakan kepada anak-anak layan agar hidup mereka pun menjadi hidup yang sesuai dengan firman Tuhan. Lalu bagaimana kita bisa menjadi teladan rohani bagi anak-anak tersebut?

Memiliki perkataan dan kehidupan yang sesuai dengan firman dan cara Allah.

Secara tidak langsung seorang guru sekolah Minggu bisa menjadi gambar yang menunjukkan kepada anak-anak tentang siapa Allah itu. Oleh karena itu, usahakanlah memiliki hidup yang benar-benar mewakili semua yang Yesus lakukan dengan meneladani semua yang sudah Dia lakukan. Bila guru sekolah Minggu suka mengkritik, anak bisa menangkap bahwa Allah juga suka mengkritik. Bila saya mengasihi, Allah tentu juga mengasihi. Biasakanlah untuk mengutip ayat-ayat Alkitab pada saat berbicara dengan anak.

Jika kita sudah berkomitmen untuk melayani Dia di sekolah Minggu, itu berarti kita juga harus berkomitmen penuh untuk hidup sesuai dengan teladan dari Sang Guru Agung. Mungkin sulit dan untuk itu kita sendiri butuh pergumulan rohani. Tetapi kuasa Roh Kudus pasti akan menguatkan kita untuk menjalani komitmen itu. Yesus telah memberikan teladan; itu berarti para pelayan anak pasti mampu meneladani-Nya.

Memiliki kehidupan bergereja yang benar.

Sekolah Minggu adalah dasar gereja masa depan. Oleh karena itu, sekolah Minggu harus menjadi kelas persiapan para pemimpin gereja di masa depan. Jika kita belum memiliki kehidupan bergereja yang benar, pasti kita tidak akan memberi teladan apa-apa kepada para penerus gereja tersebut. Pastikan mereka melihat arti bergereja itu dalam diri Anda.

Teladan yang dapat kita berikan antara lain dengan sering membagikan berkat rohani yang Anda terima dalam gereja. Hubungan dengan sesama rekan pelayanan menunjukkan bagaimana seharusnya anggota keluarga Allah itu berhubungan. Karena gereja adalah komunitas keluarga Allah, mendoakan gereja Anda ketika berada dalam kelas akan membuat mereka ikut melakukannya juga. Melalui kunjungan, kita juga dapat menumbuhkan persahabatan antara anak dan keluarganya untuk kemudian mencari dan memenangkan keluarga- keluarga yang belum bergereja bagi Kristus dan gereja.

Menerapkan terlebih dahulu pelajaran yang akan kita sampaikan.

Tujuan kita mengajar tentunya agar anak-anak mengenal firman Allah dan melakukannya dalam hidup mereka sehari-hari. Kita tidak dapat menuntut anak-anak melakukan hal itu kalau kita sama sekali tidak menjadi teladan dalam melakukan apa yang kita sampaikan kepada mereka. Jika Anda mengajarkan tentang mengampuni, itu berarti anak-anak dapat melihat hal itu dalam diri Anda. Begitu juga jika Anda mengajarkan tentang memberikan persembahan, pastikan anak-anak tahu bahwa Anda memiliki disiplin rohani yang baik mengenai persembahan kepada Tuhan.

Menjadi teladan memang bukan hal yang mudah. Tetapi kita pasti mampu jika kita hidup di dalam pimpinan Roh Kudus yang memberikan kekuatan pada Anda. Terutama jika Anda ingin anak-anak melihat dan mengenal Yesus melalui Anda.
Hukum Guru
Kata MENGETAHUI merupakan kata kunci dalam hukum guru. Pengetahuan adalah bahan baku bagi pekerjaan seorang guru dan alasan pertama bagi hukum ini menyangkut sifat pengetahuan itu sendiri. Apa yang oleh manusia disebut pengetahuan terdiri dari berbagai tingkatan. Mulai dari setitik sinar kebenaran yang mula-mula terlihat, sampai kepada tingkat pengertian yang matang. Tingkat pengalaman hidup umat manusia sementara diperolehnya tahap demi tahap, yaitu:
(1) pengenalan yang samar-samar;
(2) kemampuan untuk mengingat sendiri atau menguraikan apa yang telah kita pelajari itu kepada orang lain secara garis besar;
(3) kemampuan untuk langsung menerangkan, membuktikan, melukiskan, dan menerapkannya; dan
(4) tahap di mana pengetahuan serta penghargaan mengenai kebenaran itu dalam arti yang sedalam dan seluas-luasnya sudah sedemikian rupa sehingga oleh karena kepentingannya kita bertindak -- sikap (kelakuan) kita berubah olehnya. Sejarah baru bernilai sejarah bagi orang yang telah membaca dan mengetahuinya. Tahap pengetahuan atau pengalaman terakhir inilah yang dimaksudkan dalam hukum yang berlaku untuk seorang guru yang sejati.

Tidak berarti bahwa orang yang belum lengkap pengetahuannya sama sekali tidak bisa mengajar. Juga tidak berarti bahwa orang yang dengan sempurnanya menguasai bahan pelajaran itu pasti akan berhasil sebagai seorang guru. Tetapi bila pengetahuan guru belum sempurna, jelas hal itu akan nampak dalam cara mengajar yang tidak sempurna. Apa yang tidak diketahui seseorang, tak mungkin dapat ia ajarkan dengan baik. Tetapi hukum keguruan ini baru satu di antara tujuh hukum mengajar itu. Maka kegagalan bisa juga terjadi karena ada hukum lain yang dilanggar, bukan hukum yang satu ini saja. Demikian pula, sampai batas tertentu sukses mungkin saja dicapai karena ketaatan terhadap hukum-hukum yang lainnya. Namun demikian, pengajaran pasti akan timpang dan penuh keragu-raguan, jika gurunya tidak cukup memahami apa yang harus diajarkan.

Suatu segi kebenaran dapat diketahui karena mirip dengan sesuatu yang sudah diketahui, karena itu lebih mudah untuk dilihat bila diperbandingkan dengan segi-segi kebenaran yang lain. Murid-murid hendaknya jangan melihat segi kebenaran itu sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan harus melihat kaitannya dengan kebenaran- kebenaran secara keseluruhan dan hubungan yang bermanfaat satu sama lain. Prinsip-prinsip besar biasanya ditemukan dalam kaitan dengan fakta-fakta dan konsep-konsep yang sudah diketahui. Kemampuan untuk melukiskan, yaitu salah satu segi yang paling penting dari seni mengajar, hanya akan timbul dari pengetahuan yang sudah jelas dan umum diketahui. Guru yang tidak cukup pengetahuannya sama seperti orang buta yang mencoba membimbing orang buta lain dengan penerangan lampu yang sudah padam.

Ambillah contoh, misalnya pengetahuan umum ilmu bumi (geografi) yang diajarkan di sekolah -- mengenai bentuk bumi yang bulat, samudera dan benua-benua yang luas, gunung, sungai, negara dan kota yang berpenduduk, dan sebagainya -- betapa dangkal dan menjemukannya hal- hal itu bagi seorang guru dan murid-muridnya yang kurang mendalaminya. Tetapi betapa mengasyikkan materi tersebut bagi tokoh- tokoh geografi. Di depan matanya seolah-olah terbentang sejarah bumi ini dari zaman ke zaman sampai mencapai bentuknya yang bulat sekarang ini. Bagi guru-guru seperti itu, ilmu bumi merupakan sebuah pasal yang tidak terlepas dari seluruh khazanah ilmu mengenai asal- usul sejarah alam semesta. Demikian pula halnya, apabila kita mengajar kebenaran dari Alkitab. Bagi pembaca yang acuh tak acuh atau guru yang tidak cukup mendalam mempelajarinya, semua itu hanya menjadi fakta-fakta yang kering tanpa ada artinya. Tetapi bagi orang yang benar-benar menyelidikinya, kebenaran tersebut menjadi hidup dan luas artinya karena disoroti dengan pengetahuan lain seperti sejarah, ilmu pengetahuan, dan berbagai pengalaman yang pernah tercatat oleh manusia.

Hukum mengajar yang bersangkutan dengan guru tentu lebih dalam lagi. Sebelum suatu kebenaran itu sungguh-sungguh dapat dihayati, terlebih dahulu ia harus dimengerti dengan jelas. Hanya orang yang benar- benar mempelajari suatu ilmu sajalah yang akan merasa bersemangat melakukannya. Keluwesan kata-kata yang menakjubkan dari seorang pujangga atau ahli pidato bersumber dari wawasan mereka yang begitu luas. Tidak heran bahwa merekalah yang jadi perintis jalan bagi umat manusia di zaman mereka. Sudah pasti, guru yang hanya setengah- setengah mengetahui bahan yang akan diajarkannya akan menimbulkan kesan yang dingin dan menjemukan. Sebaliknya, guru yang begitu menghayati apa yang diajarkannya, dengan semangatnya, akan membuat murid-murid ketularan minatnya yang besar itu.

Rahasia dari semangat berapi-api yang begitu kita kagumi dan puji pada seorang guru dan pengkhotbah adalah bahwa di samping pengertian yang jelas tentang kebenaran yang diungkapkannya, mereka juga benar- benar menghayatinya dengan perasaan mereka. Bagi guru semacam itu, kebenaran yang biasa seolah-olah menjadi hidup. Sejarah berubah menjadi suatu panorama kehidupan yang amat menarik; ilmu bumi berkembang menjadi suatu perjalanan yang mengasyikkan melihat benua- benua dengan berbagai suku bangsa yang menghuninya; astronomi (ilmu perbintangan) berubah seakan menjadi suatu pameran raksasa yang memperkenalkan dunia-dunia yang lain dengan sistem-sistemnya sendiri. Bagaimana seorang guru tidak memukau jika dengan kesungguhannya, bahan pelajaran yang diberikannya itu begitu kaya dengan hal-hal yang memesonakan?

Karena pengetahuan yang begitu dikuasainya, semua kemampuan yang ada pada sang guru mulai hidup sendiri. Tetapi sebaliknya pula, pengetahuan itulah yang memungkinkan dia untuk mengembangkan dan menggunakan semua kemampuan tersebut. Seorang guru yang benar-benar memahami pelajarannya tidak akan terikat seperti seorang budak kepada buku teks, tetapi dengan mudah akan mengemukakan semua yang terdapat dalam buku pedomannya itu, sambil mengawasi murid-muridnya, dan dengan tangkas membimbing arah pemikiran mereka. Ia benar-benar siap untuk mengenali bagaimana dan sampai di mana mereka mulai mengerti kebenaran itu. Ia langsung dapat menyingkirkan hal-hal yang dapat merintangi kemajuan mereka serta membantu dan memberi semangat kepada mereka.

Pengetahuan guru yang benar-benar matang dengan sendirinya akan membantu menambah kepercayaan para murid. Umumnya kita lebih senang dan dengan penuh perhatian mengikuti penjelasan seorang penunjuk jalan yang sudah hafal benar jalan yang akan kita tempuh. Tetapi sebaliknya, betapa segan dan jemunya kita mengikuti petunjuk seorang pemimpin yang tidak tahu apa-apa dan kurang kompeten. Anak-anak tidak senang diberi pelajaran oleh seorang guru yang kurang mereka percayai. Dan bukan itu saja. Sarjana-sarjana besar -- seperti Newton, Humboldt, dan Huxley -- membangkitkan minat orang lain untuk mempelajari ilmu mereka. Demikian pula seorang guru yang benar-benar telah mempersiapkan diri membangkitkan dalam murid-muridnya keinginan untuk memperdalam studi mereka. Sayang sekali, pernah terjadi bahwa pengetahuan yang begitu banyak tidak diimbangi dengan kemampuan untuk membangkitkan minat belajar pada murid-murid. Hal ini menyebabkan gagalnya pengajaran, terutama jika anak-anak itu masih muda. Lebih baik seorang guru yang berpengetahuan terbatas, tetapi punya kemampuan untuk membangkitkan semangat murid-murid, daripada seorang cendekiawan yang tidak punya kemampuan demikian.

Demikianlah falsafah di balik hukum mengajar ini. Dilihat dari sudut ini, maka kita mulai mempunyai gambaran seorang guru yang ideal. Hanya Tuhan Yesus sebagai Guru Teladan yang sudah memenuhi harapan tersebut. Tetapi semua guru yang sejati harus berusaha mencapainya. Hukum ini dengan tepat menunjukkan semua sumber daya yang harus digunakan oleh seorang guru dalam pekerjaannya. Mulai dari seorang ibu yang mengajar anaknya yang kecil, sampai kepada mahaguru yang mengajarkan ilmu yang paling abstrak sekalipun, atau orator yang bicara di hadapan wakil-wakil rakyat, atau pengkhotbah yang bicara di depan jemaat di gereja yang besar, hukum ini berlaku tanpa terkecuali dan tak dapat dilanggar begitu saja tanpa konsekuensi tertentu. Dengan tegas hukum ini mengatakan bahwa di mana pun juga seorang guru harus mengetahui apa yang akan diajarnya.
Sumber:
Tujuh Hukum Mengajar, John Milton Gregory, , BabFalsafah di Balik Hukum Ini, halaman 21 - 29, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang.
Pelatihan Bagi Guru: Proses yang Berkelanjutan
Hanya sedikit saja guru yang dapat terus melanjutkan menceritakan sebuah kisah Alkitab terkenal tanpa merasa tertohok oleh seorang murid yang mengangkat tangan dan mengatakan bahwa cerita itu sudah didengarnya tahun lalu. Bagaimana seharusnya guru menanggapinya? "Saya akan menceritakan bagian yang berbeda dari cerita itu." "Sudah waktunya kamu mendengarkannya lagi." "Apakah kamu mau saya memanggil orang tuamu?" Seandainya murid hanya diam dan tidak mengatakan hal seperti di atas, tetap ada kemungkinan pendapat itu mampir di benak mereka, bahkan dalam banyak kesempatan.

Sekarang, mari kita mengganti tokoh yang ada di adegan ini. Orang yang berdiri di depan kelas itu kini adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam hal pendidikan pelayanan gereja dan dia sedang mengumpulkan para guru untuk mengikuti sebuah kegiatan pelatihan. Lalu ada seorang guru yang punya pengalaman mengikuti pelatihan, dan ia yakin bahwa sebelumnya ia sudah pernah mendengar semua yang dikatakan di situ. Bagaimana penanggung jawab tersebut menanggapi keberatan dari guru itu?
"Pasti ada hal baru yang akan Anda dengarkan."

Kegiatan pelatihan bertujuan memperkenalkan materi, metode, dan program-program baru. Masyarakat berubah sedemikian cepat dan pembuat kurikulum menanggapinya dengan menyiapkan materi-materi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak sekarang. Tentu saja, kalimat "firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya" (Yes. 40:8) adalah benar, namun cerita-cerita yang dipakai untuk mengilustrasikan penerapan Alkitab dalam hidup perlu terus berubah seperti halnya kehidupan si penerima.

Inovasi-inovasi teknologi telah membawa keuntungan bagi dunia pendidikan dan pendidik Kristen tidak boleh mengabaikan potensi luar biasa yang dimiliki oleh komputer, peralatan audio visual, dan sumber daya lainnya. Sebuah pelayanan pendidikan perlu tetap terbuka terhadap pemanfaatan sumber daya baru, meski sambil tetap melakukan evaluasi secara saksama.

Penelitian-penelitian baru tentang perkembangan anak memberi pemahaman tentang masalah tingkah laku, kesulitan belajar, dan keluarga yang tidak harmonis. Memahami karakter-karakter khas dan kebutuhan dari setiap kelompok usia sangatlah penting bagi semua guru yang ingin dapat mengajar dengan maksimal, membangun hubungan dengan anak, dan mengenali mereka sebagai satu pribadi.

Banyak acara pelatihan besar, seperti konferensi atau seminar, yang menawarkan lokakarya-lokakarya di bidang khusus, misalnya membawakan cerita, berorganisasi, atau lokakarya panggung boneka. Guru-guru baru akan memperoleh banyak keuntungan dari pelatihan-pelatihan tersebut secara keseluruhan dan seorang guru yang membutuhkan informasi untuk bidang-bidang pelayanan tertentu, di situ dapat belajar dari seorang spesialis secara lebih mendalam.

Tidak semua pelatihan diadakan dalam skala besar seperti konferensi atau konvensi. Banyak gereja memberikan pelatihan berkala sebagai bagian dari agenda bulanan. Beberapa gereja, terutama yang kecil, bergabung dengan gereja-gereja lain untuk mensponsori acara dalam skala kota atau daerah. Teruslah ikuti pelatihan-pelatihan seperti itu, walaupun sebelumnya sudah pernah diikuti.

Banyak guru yang setia menghadiri pelatihan yang sama setiap tahunnya -- mencatat, bertanya, dan dari yang mereka dengar itu, mereka memeriksa apa saja yang bisa mereka pakai, dengan berdasarkan pengalaman mereka. Pemahaman dan anekdot-anekdot mereka dapat memberikan kredibilitas pada peraturan, terutama bagi para pemula. Guru yang berpengalaman secara naluriah tahu apa yang bisa dipakai di kelasnya sendiri untuk kemudian menemukan cara yang produktif dalam memanfaatkan pelajaran itu.

Kadang seorang guru yang berpengalaman ingin mengembangkan talentanya dalam bidang pelayanan tertentu. Dalam situasi mengajar sebuah tim, misalnya, seorang guru yang istimewa dalam hal bercerita mungkin akan menginginkan pelatihan ekstra dalam bidang itu, sementara guru yang lain akan mengembangkan ketrampilan mereka dalam hal memimpin pujian, permainan, atau aktivitas kesenian. Seorang guru yang bekerja sendirian harus menguasai semua ketrampilan dan membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan bidang yang masih menjadi kelemahannya.

Yakobus mengatakan, "Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat." (Yak. 3:1). Dengan kata lain, satu hari nanti kita akan mempertanggungjawabkan apa yang telah Tuhan taruh dalam kita, yaitu kepercayaan untuk mengaruniai kita talenta mengajar. Karunia mengajar adalah seperti uang yang dititipkan oleh seorang tuan yang hendak bepergian kepada hambanya. Orang yang ingin mempergunakan karunia tersebut untuk kemuliaan Tuhan akan mencari pelatihan agar ia dapat memakai karunia tersebut dengan bijaksana dan produktif, tapi orang yang tak ingin meningkatkan ketrampilannya atau memperbaharui motivasinya lewat pelatihan berkelanjutan adalah seperti hamba yang tidak mau menjalankan uang yang dititipkan tuannya.

Panggilan mulia untuk mengajar adalah karunia sekaligus sebuah tanggung jawab. Dan ketika ada kesempatan untuk menghadiri sebuah pelatihan, guru yang bijaksana akan menggali talentanya itu, membersihkan debu-debu yang menempel dan memolesnya.

PETUNJUK UNTUK PELATIH

Pelatihan harus diadakan secara berkelanjutan, baik sebelum maupun ketika acara berlangsung.
Pelatihan harus diadakan di waktu yang tepat dan nyaman bagi tiap peserta.
Pelatihan harus dapat memenuhi kebutuhan.
Pelatihan harus berdasarkan Alkitab dan ilmu pendidikan.

PETUNJUK UNTUK GURU

Ikutilah pelatihan-pelatihan.
Lakukan evaluasi tentang teknik-teknik dan materi baru yang terkait dengan kebutuhan anak didik Anda.
Lakukan perubahan hanya sejauh dalam hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan Anda.
Untuk acara berskala luas, lakukan penilaian saksama dalam memilih lokakarya.
Belajarlah dengan mengamati guru yang bisa dijadikan teladan.

PETUNJUK UNTUK GEREJA

Sponsori guru-guru yang mengikuti acara-acara pelatihan.
Rekrutlah guru cadangan untuk memberikan waktu bagi para guru yang ada dalam mengamati guru yang lain.
Sediakan bahan-bahan pelatihan.
Carilah spesialis pendidikan yang dapat memandu sebuah lokakarya.
Sensitiflah akan kebutuhan guru dan murid.
Tanamkan hakikat pelatihan sebagai bagian dari komitmen guru dalam pelayanan. (t/Ary)
Sumber:
The Complete Handbook for Children Ministry: How to Reach and Teach Next Generation, Dr. Robert J. Choun & Dr. Michael S. Lawson, , BabTraining: The Continuous Process, halaman 343 - 346, Thomas Nelson Publishers, Nashville, 1993.
Langkah Dasar Persiapan Seorang Guru
Seorang guru sekolah minggu yang ideal dituntut untuk terus memupuk diri. Bagaimanakah seorang guru harus mempersiapkan pelajarannya? Bagian ini akan menyajikan langkah dasar bagi persiapan seorang guru sekolah minggu.

Berdoa.Sebelum mempersiapkan bahan pelajaran, seorang guru harus terlebih dahulu memohon Roh Kudus untuk membuka dan menyucikan hatinya, agar ia dapat membuka hatinya dengan rela dan menerima kebenaran Allah tanpa mengalami rintangan.

Membaca Alkitab dan menentukan pokok.Teliti membaca inti ayat-ayat Alkitab dan menentukan pokok pelajaran.

Menetapkan kembali tujuan belajar yang sesuai dengan kebutuban murid.Pada umumnya buku pedoman sekolah minggu yang baik pasti memiliki tujuan belajar yang sudah ditetapkan, tetapi tujuan tersebut belum tentu sesuai dengan kebutuhan murid. Sebab itu, guru harus belajar untuk menetapkan tujuan belajarnya sendiri. Pada saat menetapkan tujuan belajar harus diingat bahwa:

titik tolak harus berasal dari pihak murid dan bukan dari pihak guru; bukan berdasarkan hal-hal yang diharapkan oleh guru, tapi yang harus dilaksanakan murid;

harus mencakup hasil belajar yang dasar: belajar untuk memperoleh pengetahuan, belajar memperdalam pengertian, belajar dalam sikap dan tingkah laku atau belajar keterampilan;
tema harus jelas dan mudah dicerna.

Menyelidiki latar belakang yang berhubungan dengan ayat-ayat Alkitab.
Sebagian buku pedoman telah melampirkan penjelasan mengenai latar belakang Alkitab. Kalau tidak ada, boleh juga menyelidikinya melalui Ensiklopedia Alkitab atau Ikhtisar Alkitab; atau bila perlu tafsiran Alkitab.

Menyistematiskan bahan pelajaran dengan teratur.
Ketika mempersiapkan pelajaran, bahan-bahan yang telah dikumpulkan harus disusun secara sistematis. Ketika menetapkan kembali tujuan belajar yang sesuai dengan murid, guru harus menyusun isi dan pelajaran Alkitab yang telah dipelajari secara sistematis berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.

Menuliskan garis besar yang penting.
Setelah guru menyusun secara sistematis bahan-bahan yang telah terkumpul untuk mempersiapkan pelajaran, maka haruslah ia menulis garis-garis besar yang penting, antara lain seperti berikut ini.

Pendahuluan - Bagian yang dapat menarik minat dan perhatian murid.

Inti sari Alkitab - Tuliskan hal-hal penting dan garis-garis besar yang mudah diingat, baik dalam bentuk cerita, diskusi ataupun PA; haruslah ada pembagian yang jelas.

Penggunaan ayat - Memperluas kebenaran sampai kepada penerapan kehidupan sehari-hari. Siapkanlah cerita perumpamaan yang sesuai dengan pengalaman murid.

Menetapkan metode mengajar yang sesuai.
Setelah ada pembagian yang jelas, perlu juga dipikirkan metode mengajar yang akan dipakai dalam setiap bagian. Usahakanlah memakai metode mengajar yang bervariasi, supaya suasana segar selalu dinikmati dalam proses penyampaian pelajaran.

Memilih bahan audio-visual yang sesuai.
Jikalau dalam bahan pelajaran Sekolah Minggu tidak mencakup bahan audio-visual, guru perlu menyediakan waktu untuk mempersiapkan bahan audio-visual sendiri. Apakah murid yang diajar itu adalah anak-anak atau orang dewasa, guru tetap dapat menggunakan gambar-gambar, statistik atau benda-benda nyata, dan bahan-bahan lain-lain yang berbeda sesuai dengan tingkatan masing-masing sebagai pelengkap pengajaran.

Memilih aktivitas belajar yang sesuai dengan murid.
Proses mengajar harus meliputi aktivitas belajar untuk memberikan kesempatan bagi murid bereaksi terhadap kebenaran. Sebab itu, aktivitas belajar haruslah sesuai dengan tema agar dapat mencapai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan semula.

Membuat rancangan rencana pengajaran.
Bila guru membiasakan diri untuk membuat rancangan rencana pengajaran seperti contoh terlampir, tentu ia akan dapat mempersiapkan pelajaran dengan lebih matang.

Sumber:
Pembaruan Mengajar, Dr. Mary Go Setiawani, , halaman 17 - 19, Yayasan Kalam Hidup, Bandung.
Karcis ke Surga
Persiapan:

Sediakan sehelai kertas kecil untuk membuat karcis yang akan dibagikan kepada setiap anak yang hadir hari itu. Dalam kertas tersebut tulislah kalimat-kalimat berikut.

Karcis ini hanya berlaku apabila sipemegang memohon pengampunan dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat

SATU ORANG

Dari Bumi ke Surga satu perjalananTelah di bayar untuk barang siapa yang mau dengan kehidupanAnak Allah di Golgota Tak dapat digunakan orang lainBagasi tidak diizinkan

Cerita:
Kita tahu ada harga yang harus dibayar untuk segala sesuatu. Jika kalian naik bis, kereta api, atau pesawat terbang, kalian harus membeli karcis. Ada karcis yang puluhan ribu, bahkan sampai jutaan rupiah harganya. Bahkan untuk membawa seorang ke surga diperlukan biaya yang sangat banyak sehingga tidak seorang pun di antara kita yang dapat membayar harga itu sendiri. Biaya itu mahal sekali karena Allah sama sekali tidak mengizinkan dosa masuk di dalam surga. Sedangkan kita semua telah berbuat dosa dan tidak dapat ke surga kecuali kita membuang dosa-dosa kita. Melepaskan diri kita dari dosa menuntut harga yang lebih mahal daripada yang disadari manusia. Berusaha sekuat-kuatnya untuk menjadi orang yang baik, baptisan air, atau menjadi anggota gereja tidak akan membayar harga untuk masuk surga.

Begitu tinggi harga untuk ke surga sehingga hanya anak Allah yang dapat membayar perjalanan kita. Beratus-ratus tahun yang lalu Dia telah membayar bagi dosa-dosa kita dengan memberikan hidup-Nya di atas salib Golgota (minta anak-anak membaca Yohanes 3:16). Jika Dia tidak berbuat itu, tak seorang pun di antara kita dapat berharap untuk pergi ke tempat yang indah itu setelah kehidupan kita di atas bumi ini berakhir (berikan kepada setiap anak karcis yang telah Saudara sediakan atau tunjuk gambar karcis di papan tulis). Karcis ini akan menolong kalian mengingat apa yang telah dilakukan Yesus bagi kita.

Yesus telah membayar perjalanan kita ke surga dengan jalan mati di atas salib. Seperti yang dapat kalian lihat, karcis kita mengatakan, "Tidak dapat digunakan orang lain", ini berarti bahwa kita tidak dapat ke surga dengan karcis orang lain. Kadang-kadang kita berpikir, jika ibu atau ayah kita seorang Kristen dan berada dalam perjalanan ke surga, maka kita dapat ikut mereka. Tetapi tidak begitu. Kita sendiri harus menerima Yesus.

Doa:
Pimpin anak-anak dalam doa pengucapan terima kasih kepada Yesus karena membayar harga untuk keselamatan kita dan membuka jalan ke surga bagi kita.
Sumber:
Buku Pintar Sekolah Minggu jilid 1, , halaman 67, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1997.

No comments: