Thursday, March 29, 2007

Mengajar Anak Tentang Kematian

Mengajar Anak Tentang Kematian


[[Redaksi: Inti kisah PASKAH adalah tentang kemenangan Kristus atas kematian yang Ia nyatakan di atas kayu salib. Tapi mengajarkan tentang "kematian" bukanlah hal yang mudah, karena anak-anak pada umumnya masih memiliki konsep yang kabur tentang kematian. Lalu bagaimana mengajarkan hal ini kepada anak-anak kecil? Berikut ini kami sajikan contoh bahan mengajar dengan menggunakan metode alat peraga yang dapat dipakai untuk mengajarkan tentang kematian.]]

Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengajar anak kecil tentang arti PASKAH. Konsep kematian yang masih kabur bagi mereka dapat kita jelaskan dengan menggunakan cerita, ilustrasi atau peragaan. Selain itu penting juga diusahakan untuk memakai bahasa verbal maupun isyarat sederhana yang dapat dimengerti oleh anak-anak.

Pertama, diperlukan waktu kira-kira satu atau dua minggu sebelum PASKAH untuk membuat alat peraganya. Tujuan alat peraga ini adalah memberi pengalaman kepada anak-anak tentang dua bagian hidup yang penting yaitu: kehidupan dan kematian. Caranya adalah dengan memperlihatkan daur hidup tanaman. Biarkan anak mengamati benih yang sedang tumbuh (bisa memakai benih kacang hijau yang disemai) selama beberapa hari sampai benih itu memperlihatkan tunas daun. Ini untuk menunjukkan kepada anak tentang kehidupan. Sesuatu yang hidup pasti bertumbuh menjadi lebih besar.

Tentang kematian bisa ditunjukkan dengan alat peraga lain, misalnya bunga yang sudah layu dan mati. Atau dengan mendiskusikan tentang binatang peliharaan yang pernah mereka miliki tapi sekarang sudah tidak ada karena sudah mati. Hal ini sangat bermanfaat karena akan menuntun anak pada pengertian tentang kematian jasmani.

Sama seperti bagian kehidupan lainnya, anak biasanya belajar dari sikap orang dewasa. Jika orangtua mendiskusikan tentang kematian dengan perasaan takut dan cemas maka hal ini akan membangkitkan perasaan yang sama dalam diri anak. Tapi jika orangtua berbicara tentang kematian dengan tenang kepada anak-anak, dan berani menjawab pertanyaan dengan jujur, maka anak juga akan dapat menerimanya sebagai proses yang wajar.

Percakapan tentang perpisahan dapat menolong anak mengerti, tapi kalau disampaikan dengan cara yang tidak benar, maka dapat mengakibatkan anak menjadi takut akan kepedihan yang biasanya menyelubungi kematian. Semua anak pernah mengalami kepedihan akibat perpisahan sementara dengan orangtuanya. Dengan demikian mareka dapat mulai memahami mengapa orang seringkali sedih ketika seseorang meninggal dunia.

Ketika berbicara tentang reaksi murid-murid Tuhan Yesus saat Dia disalibkan, guru dapat menjelaskan kepada mereka, "Murid-murid Yesus amat sedih ketika Yesus mati karena mereka mengira tidak akan pernah melihat-Nya lagi. Beberapa di antara mereka bahkan menangis, karena mereka amat mengasihi-Nya. Dapatkah kamu membayangkan betapa bahagianya mereka ketika mendapati Yesus tidak mati lagi! Mereka pasti gembira, saling berpelukan, dan memberitahu semua murid yang lain bahwa Yesus tidak mati. Dia hidup! Yesus hidup!"

Selama PASKAH, fakta sederhana mengenai kisah penyaliban dapat diceritakan, namun hindarilah aspek-aspek yang mengerikan. Anak kecil seringkali sangat emosional jika mendengar penuturan detail tentang cara bagaimana Yesus mati. Sebaliknya tekankanlah sukacita yang kita rasakan karena Yesus hidup.

Anda dapat menyarankan agar anak menggambar atau mewarnai sebuah gambar setelah mendengar kisah kebangkitan Yesus. Pengalaman seni ini dapat menjadi sarana untuk memahami apa yang penting dari sudut pandang anak dalam mengetahui kisah itu. Setelah selesai, bicarakan dengan anak tentang karya seni yang telah dibuatnya. Dengan cara ini kita dapat mengetahui jika anak memiliki perasaan yang negatif dan menakutkan terhadap kisah tersebut atau tentang kematian.

Setelah mendengar cerita kebangkitan, seorang anak mungkin bertanya, "Di mana Yesus sekarang?"
"Yesus bersama kita" merupakan jawaban yang menolong. Jika anak itu kemudian bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi, jelaskan, "Yesus adalah anak Allah. Dia berjanji untuk selalu bersama dengan mereka yang mengasihi-Nya."

"Yesus berada di surga" merupakan jawaban lain yang mudah diterima anak. Meskipun demikian, reaksi atas informasi ini tergantung pada konsep anak tentang surga dan Allah. Jika anak memahami surga sebagai tempat yang menyenangkan di mana Allah dan Yesus tinggal, dan di sana tak ada rasa sakit dan kesedihan, perasaan anak itu akan cenderung positif.

Jika anak itu bingung, bisa saja muncul pertanyaan bagaimana Yesus dapat berada di surga dan bersama kita pada saat bersamaan, atau bagaimana Dia dapat bersama-sama dengan banyak orang di berbagai tempat yang berbeda, katakan, "Saya tidak tahu bagaimana Yesus dapat melakukan hal itu. Tapi karena Dia Anak Allah, Dia dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat kita lakukan. Ini menunjukkan betapa menakjubkannya Dia."
Sumber:
Mengenalkan Allah Kepada Anak (Terjemahan dari Teaching Your Child About God), Wes Haystead, , halaman 129 - 131, Yayasan Gloria, Yogyakarta, 1996.

No comments: